Sabtu, 22 Maret 2014

Bermain Lempar Tangkap Bola

Permainan lempar tangkap bola adalah permaianan yang dirancang untuk pendidikan jasmani yang mudah dilakukan dan dikaji melalui penelitian pengembangan baik dari cara bermain, peraturan jumlah pemain serta area lapangan untuk memberi dayatarik bagi anak-anak. Lempar tangkap bola diambil dari keterampilan gerak dasar yang ada dalam permainan ini, yaitu melempar dan menangkap . Sedangkan balo merupakan kompenen utama dari permainan ini. Permainan ini dilakukan oleh 2 tim yang masing-masing tim terdiri dari 10-15 orang pemain. Teknik dasar dari permainan ini adalah melempar dan menangkap bola. Keunikan dari permainan ini adalah cara mendapatkan poin, yaitu melempar bola ke arah  papan sasaran lawan dan menyebutkan nama teman saat melempar bola merupakan keunikan lain dalam permainan ini karena belum ada dalam permainan yang lain. Ini bertujuan untuk meningkatkan rasa keakraban antar anak, sehingga kerjasama antar anak-anak lebih baik dan mereka lebih memiliki rasa peduli terhadap anggota kelompok. Hal ini juga bertujuan untuk mendorong siswa lebih  berkomunikasi dengan teman. Selain itu cara mendapatkan poin juga berbeda dengan permainan lain, yaitu dengan melempar bola tepat mengenai papan sasaran lawan masing-masing. Pemenang dalam permainan ini adalah tim yang mendapatkan poin terbanyak.
Kompenen-kompenen Permainan Lempar Tangkap Bola
a.       Bola
Bola merupakan salah satu kompenen yang terdapat dalam permaianan ini. Bola yang digunakan bisa menggunakan bola voli karena lebih ringan dibandingkan dengan bola basket atau bola sepak bola.
b.      Lapangan
Lapangan yang digunakan dalam permainan lempar tangkap bola adalah 6 x 12 m. Lapangan menggunakan ukuran lapangan bola voli mini yang sudah sesuai dengan karakteristik anak-anak, sehingga diharapkan ketika melakukan permainan lempar tangkap bola anak-anak lebih aktif bergerak dalam permainan sehingga kesegaran jasmani anak-anak bisa lebih baik. Dengan penggunaan lapangan yang relatif kecil diharapkan bisa menyediakan 2 lapangan dengan ukuran 6x12 m sehingga pembelajaran yang efektif terhadap anak didik bisa terwujud 
 
(Gambar Lapangan)
c.       Papan Sasaran
Papan sasaran yang digunakan bisa terbuat dari kayu atau tirplek, berbentuk kotak dan memiliki ukuran 40 x 60 cm. Ukuran papan lebih besar dari bola, diharapkan dapat mempermudah siswa dalam mendapatkan poin.
d.      Pemain
Pemain merupakan komponen pokok dari permainan ini, karena tanpa adanya pemain permainan ini tidak bisa dimainkan. Dalam satu tim pada permainan ini berjumlah 10-15 pemain,  jadi dalam satu lapangan terdapat 20-30  pemain yang akan melakukan permainan ini baik itu perempuan maupun laki-laki.
         
Cara Bermain Lempar Tangkap Bola
Sebelum permainan ini dimulai, ada baiknya kita mempersiapkan alat-alat atau komponen-komponen yang diperlukan dalam permainan lempar tangkap bola. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu bola, lapangan, papan sasaran, dan pemain. Jika lapangan yang digunakan terlalu besar, maka kita bisa mebatasinya dengan menandai atau memberi garis sisi luar lapangan tersebut. Papan sasaran kita taruh di setiap wilayah pemain, di bagian paling belakang dengan satu orang penjaga. Siapkan jumlah pemain yang akan dimainkan yakni masing-masing tim terdiri dari 10-15 orang pemain dan sebuah bola tentunya.
Setelah selesai melakukan persiapan, kita mulai permainan ini dengan jumpball yang dilakukan oleh seorang wasit, hal ini dilakukan agar supaya permainan adil. Selanjutnya, para pemain bisa berkerjasama dengan teman se-timnya saling melempar dan menangkap bola dengan tujuan mengenai papan sasaran lawan dengan cara melempar bola tersbut yang sesuai dengan aturan dari permainan ini. Peraturan dalam permainan lempar tangkap bola hampir sama dengan peraturan permainan bola tangan pada umumnya. Adapun aturan-aturan yang harus ditaati oleh pemaian, yaitu:
a.    Terjadinya pelanggaran 
Pelanggaran terjadi jika pemain sengaja melakukan sesuatu yang dilarang seperti yang akan dijelaskan pada peraturan b dan c di bawah.
Bersikap tidak sopan terhadap wasit.
b.   Cara memainkan bola
Yang diperbolehkan
Bola boleh mengenai seluruh anggota badan.
Melempar atau menangkap bola, boleh dengan satu atau dua tangan.
Waktu memegang bola paling lama hanya 10 detik.
 Memainkan bola dari satu teman ke teman yang lain.
 Melempar bola ke arah teman harus dengan menyebutkan inisial nama teman.
Yang dilarang/pelanggaran
Tidak boleh menyentuh bola dengan tungkai bawah dan kaki. 
Tidak boleh menyentuh bola lebih dari satu kali jika bola belum menyentuh pemain lain.
Jika menyentuh bola dengan tungkai atau kaki maka terjadi pelanggaran. 
 Jika bola ke luar garis lapangan maka terjadi lemparan ke dalam. 
 Jika lupa menyebutkan inisial nama teman ketika melempar bola maka dihukum lemparan bebas.   Sengaja melempar bola ke luar lapangan, maka dihukum lemparan bebas. 
Tidak boleh memegang bola selama lebih dari 10 detik, maka dihukum lemparan bebas.
c.    Sikap terhadap lawan
Yang boleh dilakukan 
Menepis bola dari tangan lawan ketika bola dilempar.
Menghadang jalan lawan dengan tubuh ketika akan melempar bola.
Yang dilarang/pelanggaran
Tidak boleh merebut secara paksa atau memukul bola yang dipegang oleh lawan.
Tidak boleh menjatuhkan lawan dengan sengaja.
Tidak boleh dengan sengaja melempar bola ke badan lawan.
Bersikap keras dengan lawan, seperti menarik baju, mendorong, memukul, berbicara kotor dll.
d.   Papan sasaran
Boleh melempar bola ke arah papan sasaran dengan jarak yang tidak ditentukan asalkan tidak melewati garis gawang.
e.    Lemparan bebas 
 Dilakukan ketika terjadi pelanggaran.
Pelaksanaannya tepat dimana terjadi pelanggaran.
  Lemparan bebas bisa langsung menghasilkan poin.
 Lemparan dilakukan menunggu peluit dari wasit.
f.     Lemparan ke dalam
Dilakukan ketika bola keluar dari garis lapangan.
Cara melakukannya dengan salah satu  kaki menyentuh tanah, tidak boleh terangkat dan bola dilempar dengan menggunakan kedua tangan dari belakang kepala.
g.    Lemparan wasit
Mengwali jalannya permainalan, bola dilempar ke atas (jump ball).
Jump ball juga dilakukan ketika kedua tim melakukan pelanggaran bersamaan.
h.   Waktu
Waktu yang digunakan dalam permainan ini adalah 2 x 15 menit.
i.      Kemenangan
Tim yang dinyatakan memenang dalam permainan adalah tim yang mendapatkan poin terbanyak dalam waktu yang sudah ditentukan.
    
Manfaat dan Kerugian dalam Permainan Lempar Tangkap Bola
Manfaat Permainan Lempar Tangkap Bola
a.      Dapat menjalin kerjasama yang baik antar teman.
b.      Mengajarkan anak-anak untuk selalu patuh pada aturan (hukum) yang berlaku.
c.      Menjaga kekompakan.
d.     Meningkatkan rasa persaudaraan, karena dalam permainan ini mesti menyebut nama teman ketika melempar bola.
e.      Dapat menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh.
f.       Melatih mengendalikan rasa keegoisan anak.
g.      Menumbuhkan rasa saling menghargai antar sesama.
Kerugian Permainan Lempar Tangkap Bola
a.      Jika tidak hati-hati, dapat menimbulkan cedera.
b.      Rawan terjadi perkelahian, apabila para pemain tidak bisa menghargai keputusan wasit atau pemain lawan.


by: Dek's Satya, dkk. 2014. Makalah Permaianan Tradisional Lempar Tangkap Bola. Singaraja: Unidksha

Selasa, 11 Maret 2014

Teori Belajar Humanistik



Sekilas mengenai Teori Belajar Humanistik
Dibandingkan dengan teori belajar behavioristik, pendukung teori belajar humanistik percaya bahwa belajar merupakan suatu proses dimana siswa mengembangkan kemampuan pribadi  yang khas dalam bereaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain siswa mengembangkan kemampuan terbaik dalam pribadinya. Sebaliknya menurut teori belajar behavioristik, bahwa perubahan perilaku yang diharapkan sebagai hasil belajar akan tercapai bila urutan-urutan pembelajaran dirancang denga tepat dan siswa diberikan penguatan yang dijadwal dengan baik. Teori belajar humanistik terutama dilihat oleh tulisan-tulisan Carl Rogers (1942, 1951, 1969).
            Penerapan teori belajar humanistik dapat dilihat pada antara lain: Taksonomi Bloon untuk tujuan interaksional yang dikembangkan oleh Bejamin Bloon dan David Krathwol. Menurut ke dua tokoh itu apa yang mungkin dipelajari siswa dapat digolongkan ke dalam  tiga kawasan keterampilan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian Clark, Jung dan Piaget menambahkan domain yang keempat yaitu intuisi. Taksonomi ini banyak diterapkan oleh para praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami, operasional serta dapat diukur. Di samping itu taksonomi ini menjadi dasar dalam pembuatan butir soal ujian.
            Teori lain yang termasuk dalam teori belajar humanistik adalah teori tahapan kebutuhan manusia (psikologi, rasa aman, dan damai, rasa cinta dan bagian dari lingkungan, sistem diri, aktualisasi diri, rasa mendapat petunjuk dan estetika) yang dikembangkan oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow orang yang sehat rohani dan jasmani dan telah berhasil mencapai semua tingkatan kebutuhannya, ia akan sadar akan kemampuan diri, kreatif, terbuka terhadap pengalaman dan menerima dirinya. Karakteristik dari orang semacam ini antara lain : menerima tantangan, bergairah dan merasa berarti, bukan sekedar merasa bahagia atau puas yang merupakan istilah yang disebut Maslow sebagai hedonistik. Mereka juga meiliki minat terhadap lingkungan sosial dan sistem nilai yang demokratis.

Minggu, 02 Maret 2014

Teori Belajar Kognitif



BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Teori Belajar dan Pembelajaran
Dalam rangka meningkatkan kemampuan pendidik, mereka harus memiliki dasar empiris yang kuat untuk mendukung profesi mereka sebagai pengajar. Kenyataan yang ada, kurikulum yang selama ini diajarkan di sekolah menengah kurang mampu mempersiapkan siswa untuk masuk ke perguruan tinggi. Kemudian kurangnya pemahaman akan pentingnya relevansi pendidikan untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan budaya, serta bagaimana bentuk pengajaran untuk siswa dengan beragam kemampuan intelektual.
Jerome S. Bruner, seorang peneliti terkemuka, memberikan beberapa gambaran tentang perlunya teori pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran di dalam kelas, serta beberapa contoh praktis untuk dapat menjadi bekal persiapan profesionalitas para guru.
Berdasarkan penelitian Jerome S.Bruner, menjelaskan bahwa dari segi psikologis dan dari desain kurikulum pembalajaran sangatlah minim dibahas tentang teori pembelajaran. Teori pembelajaran yang sudah ada selama ini, hanya terfokus pada kepentingan teoritis semata. Sebagai contoh, pada saat membahas tentang teori perkembangan, seorang anak tidak diajarkan pengaruhnya terhadap tantangan sosial dan bagaimana pengalaman nyata yang nantinya akan dialami anak ketika berada di masyarakat. Masih banyak contoh-contoh lain, bagaimana sebuah teori pembelajaran tidak menyentuh aspek sosial dari murud, dan hal ini merupakan bentuk pembodohan secara intelektual dan tidak memiliki tangungjawab moral.
Dari permasalahan di atas, kita menyadari bahwa, sebuah teori pembelajaran sebaiknya juga menyangkut suatu praktek untuk membimbing seseorang bagaimana caranya siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan, pandangan hidup, serta pengetahuan akan kebudayaan masyarakat sekitarnya. Akan hal itu, perlu adanya penjelasan dan pembahasan terkait dengan teori pembelajaran. Agar lebih spesifik dan terfokus, dalam makalah ini akan hanya akan menguraikan dan menjelaskan satu dari beberapa teori pembelajaran yang sudah ada, yaitu pada Teori Pembelajaran Kognitivistik. Dan dari penjelasan ini nantinya diharapkan bisa memberikan pemahaman yang utuh dan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Dengan berbekal pemahaman yang utuh terkait teori pembelajaran yang dijadikan sebagai pemahaman dasar dalam pembelajaran diharapkan siswa dapat menerima pembelajaran yang akan kita sampaikan dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
       1. Apakah pengertian dari Teori Pembelajaran?
       2. Apa pengertian Teori Kognitivisme dalam Pembelajaran ?
       3. Siapakah Tokoh-tokoh dalam Teori kognitivisme ?
       4. Bagaimana pengaplikasi teori Kognitivisme dalam Pembelajaran ?
       5. Bagaimana Pandangan Teori Kognitif Tentang Belajar ?
       6. Apakah Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Kognitif ?
1.3  Tujuan Masalah
  1. Mampu mengerti Teori Pembelajaran.
  2. Mampu mengerti Teori Kognitivisme dalam pendidikan.
  3. Mampu mengetahui tokoh Kognitivisme.
  4. Mampu mengetahui pengaplikasian Kognitivisme dalam Pembelajaran.
  5. Mampu mengetahui Pandangan Teori Kognitivisme Tentang Belajar.
  6. Mampu mengetahui Prinsip Dasar Teori Belajar Kognitif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Pembelajaran
Teori pembelajaran harus mampu menghubungkan antara hal yang ada sekarang dengan bagaimana menghasilkan hal tersebut. Teori belajar menjelaskan dengan pasti apa yang terjadi, namun teori pembelajaran ’hanya’ membimbing apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan hal tersebut.
Ada 4 hal yang terkait dengan teori pembelajaran:
1.      teori pembelajaran harus memperhatikan bahwa terdapat banyak kecenderungan cara belajar siswa, dan kecenderungan ini sudah dimiliki siswa jauh sebelum ia masuk ke sekolah.
2.      teori ini juga terkait dengan adanya struktur pengetahuan. Ada 3 hal yang terkait dengan struktur pengetahuan:
a.       struktur pengetahuan harus mampu menyederhanakan suatu informasi yang sangat luas.
b.      struktur pengetahuan tersebut harus mampu membawa siswa kepada hal-hal yang baru, melebihi informasi yang telah dijelaskan.
c.       struktur pengetahuan harus mampu meluaskan cakrawala berpikir siswa, mengkombinasikannya dengan ilmu-ilmu lain.
3.      teori pembelajaran juga terkait dengan hubungan yang optimal. Seorang guru harus mampu mencari hubungan yang mudah tentang sesuatu yang akan diajarkan agar murid lebih mudah menangkap informasi tersebut.
4.      yang terakhir, macam dari teori pembelajaran yang sudah ada, diantaranya :
a)     Teori Pembelajaran Deskriptif dan Perspektif
b)     Teori Pembelajaran Behavioristik
c)      Teori Pembelajaran Kognitivistik
d)     Teori Pembelajaran Humanistik
e)     Teori Pembelajaran Konstruktivistik
2.2 Pengertian Kognitivisme
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Dalam pembelajaran pada teori ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belum dapat berfikir secara abstrak.
Dalam teori ini ada dua bidang kajian yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar, yaitu:
  1. Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005:34)[1]
  2. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi kognitivistik, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu dengan jalan mengaitkan pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang sudah ada. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukkan keberhasilan mempelajari informasi pengetahuan yang baru.[2]
Teori ini juga menganggap bahwa belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya. Sedangkan situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat ditentukan oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar. Pada prinsipnya, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku (tidak selalu dapat diamati)[3]. Dalam teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian dari situasi yang terjadi dalam proses belajar saling berhubungan secara keseluruhan. Sehingga jika keseluruhan situasi tersebut dibagi menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah, maka sama halnya dengan kehilangan sesuatu (reilly dan lewis, 1983)[4].
Sehingga dalam aliran kognitivistik ini terdapat ciri-ciri pokok. Adapun ciri-ciri dari aliran kognitivistik yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:
a)     Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b)     Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c)      Mementingkan peranan kognitif
d)     Mementingkan kondisi waktu sekarang
e)     Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tempat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat dibawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semua tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
2.3  Tokoh-tokoh kognitivisme
Tokoh dari teori tersebut antara lain Jean Peaget, Bruner, dan Ausebel, Robert M. Gagne.
a. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i) anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya; (ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.  Guru  hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, artinya proses yang didasarkan atas mekenisme biologis dari perkembangan system syaraf. Semakin bertambah umur seseorang, makin komplek susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya (Travers, 1976)[5]. Sehingga ketika dewasa seseorang akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif didalam struktur kognitifnya. Piaget membagi  proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu :
a)     Asimilasi
Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh : seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian (informasi baru yang akan dipahami anak).
b)     Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah mengetahui prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
c)      Equilibrasi
Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Hal ini sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya. Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih, dan logis.
Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses penyesuaian, pengembangan dan pengintegrasian pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang sebelumnya. Inilah yang disebut dengan konsep schema/skema (jamak = schemata/schemata). Sehingga hasil belajar/ struktur kognitif yang baru tersebut akan menjadi dasar untuk kegiatan belajar berikutnya.[6] Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui oleh siswa yang terbagi kedalam empat tahap, yaitu :
1)     Tahap sensorimotor (anak usia lahir – 2 tahun)
2)     Tahap preoperational (anak usia 2 – 8 tahun)
3)     Tahap operational konkret (anak usia 7/8 – 12/14 tahun)
4)     Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)
Secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berfikirnya.  Karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif aak didiknya, serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.
Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap-tahap lainnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.
v  Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jarome Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan. Sehingga, perkembangan bahasa memberi pengaruh besar dalam perkembangan kognitif (Hilgard dan Bower, 1981)[7]
Menurut Bruner untuk mengajarkan sesuatu tidak usah menunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan kata lain, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi, tetapi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka, artinya menuntut adanya pengulangan-pengulangan. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (Free Discovery Learning). Dengan kata lain, belajar dengan menemukan.
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran adalah menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dalam benaknya. Dari implikasi ini dapat diketahui bahwa asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman didalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur kognitif, yang kemudian mengalami tahap belajar sebagai perubahan persepsi dan pemahaman dari apa yang aia temukan.
Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan ( termasuk konsep, teori, definisi, dsb) melalui contoh-contoh yang menggambarkan ( mewakili ) aturan yang menjadi sumber . Dari pendekatan ini “belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Siswa diberikan suatu informasi umum dan diminta untuk mencari contoh-contoh khusus dan konkrit .
Menurut bruner ada 3 tahap dalam perkembangan kognitif, yaitu:[8]
1.      Enaktif : usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami lingkungan dengan observasi, pengalaman terhadap suatu realita.
2.      Ikonik :siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan visualaisasi verbal.
3.      Simbolik : siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika dan penggunaan symbol.
Keuntungan belajar menemukan (Free Discovery Learning):
  1. Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk menemukan jawabannya.
  2. Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.
v  Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel.
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru (belajar menjadi bermakna/ meaning full learning). Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
1)     Memperhatikan stimulus yang diberikan.
2)     Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Meaning full learning adalah suatu proses dikaitkannya
Menurut Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (Advanced Organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :
  1. Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.
  2. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari.
  3. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Untuk itu pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus sangat baik, dengan demikian ia akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak, umum dan inklusif yang mewadahi apa yang akan diajarkan. Guru juga harus memiliki logika berfikir yang baik, agar dapat memilah-milah materi pembelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat, serta mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang logis dan mudah dipahami.
v  Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Robert M. Gagne
Menurut gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia :
a)     Reseptor
b)     Sensory register
c)      Short-term memory
d)     Long-term memory
e)     Response generator
Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi rangsaangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan kemudian di teruskan.
  2. Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris) : yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam system.
  3. Short term memory ( memory jangka pendek ) : menampung hasil pengolahan perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja, kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpananya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat di transformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.
  4. Long Term memory (memori jangka panjang) :menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.
  5. Response generator (pencipta respon) : menampung informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.
2.4  Aplikasi teori Kognitivisme
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Berdasarkan prinsip teori pemrosesan informasi dirumuskan beberapa petunjuk aplikasi teori pemrosesan informasi, yaitu (a) guru hendaknya yakin bahwa setiap siswa memiliki perhatian terhadap apa yang dipelajari. Karena itu untuk menarik perhatian siswa, guru dapat melakukan tindakan dengan memberikan tanda tertentu misalnya tepuk tangan atau menghentakkan papan tulis, berkeliling ruangan atau berbicara dengan irama, memulai pelajaran dengan mengajukan pertanyaan yang membangkitkan minat siswa terhadap topik yang dibicarakan, (b) membantu siswa membedakan iinformasi yang penting dengan informasi yang tidak penting untul memusatkan perhatian misalnya dengan menuliskan tujuan pembelajaran, waktu menjelaskan berhenti sejenak dan mengulangi lagi atau meminta siswa mengulangi apa yang dijelaskan, (c) membantu siswa menghubungkan informasi yang baru dengan apa yang diketahui misalnya dengan mengulangi hal-hal yang diketahui siswa untuk mengingat kembali dan menghubungkan dengan informasi baru, menggunakan diagram atau garis untuk menunnjukkan hubungan informasi baru dengan informasi yang dimiliki, (d) sediakan waktu untuk mengulang dan memeriksa kembali informasi dengan memulai pelajaran meninjau ulang pekerjaan rumah, mengadakan tes-tes pendek yang sering, membuat permainan atau siswa saling berpasangan bertanya jawab, (e) sajikan pelajaran secara tersusun dan jelas misalnya menjelaskan tujuan pembelajaran, membuat ikhtisar atau rangkuman, dan (f) utamakan pembelajaran bermakna bukan ingatan  misalnya dengan mengajarkan perbendaharaan kata-kata baru dan mengaitkannya dengan kata-kata yang sudah dimiliki.
Strategi mengingat atau menyimpan informasi dalam ingatan dan mengingatnya kembali bila dibutuhkan dapat dilakukan (a) untuk menghafal informasi yang tidak membutuhkan pemahaman, gunakan meneumonic (pembantu ingatan, kiat, atau jembatan keledai). Misalnya untuk menghafal kata-kata ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, nasional dengan mneumonic IPOLEKSOSBUD HANKAMNAS, (b) rumusan kembali dengan kalimat sendiri apa yang telah dipelajari, dan (c) untuk mengatasi inhibisi retroaktif dapat dilakukan berbagai cara misalnya mengajarkan konsep serupa tidak dalam waktu yang bersamaan atau mengajarkan materi serupa dengan metode yang berbeda.
Dalam proses pembelajaran kita jumpai serial learning dan free recall learning, yaitu belajar fakta menurut urutan tertentu, misalnya urutan rukun iman, rukun islam, atau berwudlu serta urutan warna, urutan peristiwa dalam sejarah. Sedangkan free recall learning ialah mempelajari daftar yang tidak perlu diurut, misalnya nama-nama nabi atau rasul, nama tumbuhan, nama organ tubuh dan sebagainya.
Dalam praktiknya serial learning dan free recall learning terdapat beberapa cara (a) organisasi atau penyusunan misalnya dengan menyusun daftar informasi yang akan dipelajari menjadi kategori yang mempunyai arti dan mudah diingat, (b) metode loci, artinya tempat. Ialah metode alat bantu mengingat dimana seorang membuat gambaran pikiran yang berkaitan dengan tempat-tempat tertentu, (c) irama, metode mengingat dalam bentuk nyanyian. Misalnya untuk mengenalkan urutan rukun Islam atau rukun iman dengan nyanyian[9].
2.5  Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme
a)    Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
b)    Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
2.6  Pandangan Teori Kognitif Tentang Belajar
Menurut teori kognitif, belajar ialah proses internal yanh tidak dapat diamati langsung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu. Perubahan dalam tingkah laku adalah refleksi dari perubahan internal.
Seperti halnya teori behavioristik, teori kognitif berpendapat bahwa reinforcement dalam sangat penting. Hanya saja reinforcement dalam teori behavioristik berfungsi memperkuat respon atau tingkah laku, sementara dalam teori kognitif berfungsi sebagai sumber umpan balik. Umpan balik ini memberi tahu tentang apa yang mungkin terjadi kalau tingkah laku diulang-ulang. Dalam teori ini reinforcement juga berfungsi untuk mengurangi ketidakpastian yang mengarah ke pemahaman dan penguasaan.
2.7  Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Kognitif
Dalam teori kognitif, manusia merupakan pemproses informasi yang aktif. Informasi merupakan sesuatu yang diterima oleh pikiran secara terus menerus, meski demikian beberapa informasi cepat terlupakan dan sepabagian yang lain diingat sepanjang hayat.