Jumat, 24 Januari 2014

Akibat Terlalu Banyak Hormon Cinta

 
Kita ketahui cinta tidak bisa lepas dari kehidupan ini. Tanpa cinta rasanya kehidupan ini biasa-biasa saja (kata orang yg bercinta sih). hehe... Nah, taukah saudara kalau terlalu banyak hormon cinta berdampak pada perilaku kita? Pada postingan kali ini ini saya jabarkan tentang akibat terlalu banyak hormon cinta yang kita miliki.

Oksitosin disebut sebagai hormon cinta karena memainkan peranan penting dalam mendekatkan hubungan pasangan dan mempererat ikatan sosial. Ketika memeluk orang yang dicintai, level oksitosin akan meningkat. Oksitosin juga memiliki segudang manfaat lain. Tapi tunggu dulu. Meski terlihat hebat dan bisa dipercaya, oksitosin juga memiliki efek samping negatif, lho.

Oksitosin diproduksi ketika seseorang bersalaman, merasa tersipu, atau ketika terjadi sentuhan kecil. Secara alami oksitosin bekerja beriringan dengan dopamin dan norpinerfin, mambantu menciptakan ikatan antara seseorang dengan orang lain. Tidak hanya itu, oksitosin juga membuat aspek-aspek kehidupan terasa lebih baik.

Kini peneliti tertarik pada kemampuan oksitosin dalam mengatasi masalah psikologi dan kecemasan tertentu seperti skizofrenia dan autisme. Oksitosin juga menunjukkan manfaat daslam mengurangi nyeri, menyembuhkan luka, mencegah obesitas, dan mengurangi stres. Secara umum, hormon menakjubkan ini tampak seperti obat yang sangat bisa dipercaya.

Tunggu dulu, kini ilmuwan telah menemukan bahwa kadar oksitosin yang terlalu tinggi justru menyebabkan orang jadi terlampau sensitif. Studi tersebut dimuat dalam Emotion, jurnal Asosiasi Psikologi Amerika.

Christopher Cardoso dan Anne-Marie Linnen, dua kandidat dokter, menemukan bahwa orang dewasa sehat yang memiliki terlalu banyak oksitosin dalam tubuh menjadi kelewat sensitif akan emosi orang lain. Demikian dilansir Medical Daily dan ditulis pada Kamis (23/1/2014).

Sebanyak 82 orang dewasa muda terlibat dalam penelitian mereka. Seluruh partisipan berkondisi sehat dan tidak memiliki gangguan skizofrenia. Separuh partisipan diberi oksitosin dosis tertentu, sedangkan sisanya diberi plasebo. Mereka kemudian diberi serangkaian tes untuk membandingkan ekspresi wajah.

"Kami menemukan bahwa oksitosin membuat orang melihat terlalu banyak emosi pada wajah, hal itu konsisten dengan banyak peneliti lain yang mengatakan bahwa oksitosin semacam mengubah persepsi emosi seseorang," ungkap Cardoso, penulis studi.

Terlebih, orang dewasa sehat yang tidak kekurangan oksitosin dan tidak mengalami autisme atau skizofrenia mungkin mengalami "overdosis" hormon oksitosin bila diberi tambahan.

Cardoso yakin, hormon itu memang benar-benar berguna untuk mereka yang menderita kekurangan oksitosin. Namun untuk sebagian orang lain, hormon itu harus dibatasi penggunannya. Padahal, beberapa psikolog sering memberikan hormon itu untuk menenangkan pasien yang gugup karena momen-momen tertentu.

"Untuk beberapa orang, situasi tertentu seperti pesta makan malam atau wawancara kerja adalah sumber kecemasan sosial. Banyak psikologis mengira oksitosin dapat dengan mudah memperbaiki kecemasan yang datang. Hasilnya, terjadi sensitifitas berlebih yang bisa berbahaya bagi mereka yang tidak memiliki masalah sosial terlalu serius."

Untuk itu, menurut Cardoso, seharusnya para ilmuan dan kalangan lain meredakan antusiasme mereka terhadap oksitosin untuk mengatasi masalah sosial. Pasalnya kelebihan oksitosin justru berakibat tidak baik.

sekian dan terima kasih :)

0 komentar:

Posting Komentar