BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Kriteria
Pemilihan Strategi Pembelajaran
Selama bertahun-tahun telah banyak
diteliti dan diciptakan bermacam-macam pendekatan mengajar. Beberapa di
antaranya dikembangkan oleh para peneliti di bidang pengajaran, menelaah
bagaimana pengaruh tingkah laku mengajar tertentu terhadap hasil belajar siswa
(Mohamad Nur, 2005: 6-7).
Lebih lanjut Mohamad Nur (2005: 7)
juga menyatakan bahwa pada akhir dekade 1960-an, Joyce dan Weil mulai melacak
dan mendeskripsikan berbagai pendekatan pengajaran yang digunakan saat itu.
Dalam proses pencatatan dan pendeskripsian tiap pendekatan, mereka
mengembangkan suatu sistem untuk penganalisisan suatu pendekatan tertentu dari
sudut dasar teoretisnya, tujuan pendidikannya, dan perilaku guru dan siswa yang
diperlukan untuk melaksanakan pendekatan itu secara berhasil. Joyce dan Weil (1972)
dan Joyce, Weil, dan Shower (1992) (dalam Mohamad Nur, 2005: 7) memberi nama
tiap-tiap pendekatan suatu model pengajaran, meskipun salah satu dari beberapa
istilah lain, seperti strategi pengajaran, metode pengajaran, atau prisnsip
pengajaran telah digunakan.
Strategi
pembelajaran mengandung makna pemilihan upaya pembelajaran yang akan memberi
peluang tercapainya tujuan yang optimal, baik dari segi hasil belajar, hasil
kerja (produk), maupun proses belajar. Oleh karena itu, kriteria utama dalam
pemilihan strategi pembelajarn tersebut seyogyanya ditinjau dari upaya
pencapaian tujuan pembelajaran dalam rangka pencapaian umum pendidikan nasional
atau TUPN (sesuai Pasal 3 dalam UU RI NO. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas) yang optimal.
Sedangkan kriteria pemilihan strategi pembelajaran mengandung makna sebagai suatu dasar acuan yang dapat digunakan
dalam memilih strategi yang tepat dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran
sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Orentasi dari pemilihan
strategi pembelajaran haruslah pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Selain itu juga harus disesuaikan dengan jenis materi, karakteristik siswa
serta situasi dan kondisi lingkungan dimana proses belajar tersebut akan
berlangsung.
Sulo
Lipu, dkk. dan Geriach & Ely (dalam Abimanyu,
dkk., 2010: 8-3) menyatakan bawha terdapat beberapa
kriteria yang biasa dijadikan acuan dalam pemilihan strategi pebelajaran antara lain.
1.
Relevansi
Relevansi yakni
derajat kaitan fungsional antara strategi pembelajaran sebagai dimensi
instrumental dengan tujuan/sasaran belajar, dengan tolak ukur dari segi bagaimana sesuatu itu
dipelajari dan bukannya dari segi apa yang dipelajari.
Derajat relevansi
dapat ditinjau dari tiga dimensi yakni.
a.
Epistemologi yakni relevansi
dengan hakekat ilmu pengetahuan sumber bahan ajaran, baik sebagai kumpulan
informasi, cara memperoleh informasi dan wawasan yang menyertainya. Relevansi
epistemologi inin mengharuskan agar cara pembelajaran cabang ilmu pengetahuan
yang bersangkutan harus serasi dengan substansi dan metodologi keilmuannya.
Umpamanya IPA seyogyanya diajarkan melalui observasi dan eksperimen.
b.
Psikologi yakni pengalaman belajar
sebagai sarana pengembangan psikis, khususnya kemampuan merumuskan dan
memecahkan masalah. Relevansi psikologis inin harus menyesuaikan cara
pembelajaran dengan tahap perkembanga murid SD-MI antara lain perkembagnan
kognitif periode operasi konkrit, aktfi/manipulatif, dan menyeluruh (holistik).
c.
Sosial yakni yang berkaitan dengan
kedudukan dan funsi sekolah sebagai lembaga sosial baik dalam aspek sosialisasi
maupun kemampuan pengembangan. Pembelajaran ini harus serasi dengan nilai-nilai
yang ada dimasyarakat sekitarnya.
2.
Efektivitas (hasil guna)
Efektivitas (hasil guna) yakni tingkat instrumentalitas atau hubungan kausal linier antara
strategi pembelajaran dengan tujuan yang ingin dicapai. Pemilihan suatu
strategi pembelajaran yang tepat haruslah selalu memberikan hasil guna yang
optimal. Seperti diketahui muara
keberhasilan pembelajaran pada akhirnya akhirnya diukur dari segi efektivitas,
baik dari segi dampak instruksional maupun dari segi dampak pengiring, sebagai
berikut.
a.
Dampak instruksional pada umumnya
ditinjau dari segi ketercapaian tujuan pembelajaran yakni terjadi perubahan
prilaku murid sesuai dengan tujuan pembelajaran, seperti terkuasainya
pengetahuan-pemahaman (kognitif), terkuasainya ketrampilan yang diinginkan
(psikomotorik) dan atau terjadinya perubahan sikap dan wawasan (afektif).
Dampak instruksional inilah yang banyak diukur ketercapaiannya melalui evaluasi
hasil belajar.
b.
Dampak pengiring yakni sesuatu
yagn ikut tercapai di dalam pemelajaran meskipun di luar kawasan tujuan
pembelajaran, sesuatu yang ikut tercapai utamanya melalu format belajar yang
terjadi dalam pembelajaran, seperti kemampuan berpikir kritis yang tumbuh dalam
tanya-jawab/diskusi, kemampuan kerja sama dalam kerja kelompok, dsb. Di samping
itu, terdapat dampak pengiring yang sangat penting yakni timbullnya
meta-kognisi dalam diri murid, yakni kesadara akan kemampuan belajar dan
kemampuan untuk mengendalikan proses
kognitif itu. Hal terakhir ini sangaat penting dalam rangka menumbuhkan
kemampuan dan kamajuan untuku belajar seumur hidup.
3.
Efisiensi (daya guna)
Efisiensi (daya guna) yakni yang bekaitan dengan perbandingan upaya (proses belajar) dengan
hasil (pencapaian tujuan) khususnya ditinjau dari prinsip ekonomis, seperti
pemilihan strategi pembelajarn yang lebih sederhana, murah dan mudah, serta
bervariasi tetapi mencapai tujuan yang optimal. Efisiensi haruslah
memperhitungkan daya guna (segi waktu, biaya dan tenaga), namun tetap mencapai
tujuan yang optimal.
2.2
Pembelajaran
Untuk Mewujudkan Visi dan Misi Pendidikan
Perencanaan
dan pelaksanaan setiap proses
pembelajaran seyogyanya tidak hanya mempertimbangkan pencapaian tujuan
pembelajaran saja tetapi juga tujuan pendidikan yang lebih umum, demi keutuhan
tujuan pendidikan. Oleh karena itu pemiliahn strategi pembelajaran di samping
dampak instruksional, diperhatikan pula dampak pengiring agar dapat diupayakan suatu
pembelajaran yang mendidik.
Pembelajaran
yang mendidik mengisyaratkan betapa pentingnya pembelajaran itu sebagai poros
utama dalam berbagai upaya di bidang pendidikan. Oleh karena itu, penereapan
kriteria pemilihan strategi pembelajaran sebagai ‘inti’ dari pembelajaran itu
harus diarahkan sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan visi dan misi
pendidikan nasional.
Visi dan misi pendidikan
nasional telah menjadi rumusan dan dituangkan pada bagian “penjelasan” atas UU
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Visi dan misi pendidikan nasional
ini adalah merupakan bagian dari strategi pembaruan sistem pendidikan.
Visi pendidikan nasional
adalah mewujudkan skuatu sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk membudayakan dan memberdayakan semua warga
negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sedangkan misi
pendidikan nasional adalah.
1.
Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2.
Meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing
ditingkat nasional, regional, dan internasional;
3.
Meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat
dan tantangan global;
4.
Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa
secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan
masyarakat belajar;
5.
Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan
untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
6.
Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga
pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan,
pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan
global; dan
7.
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik
Indonesia (Undang-undang R.I No. 20 Tahun 2003, dalam Penjelasan jo. Peraturan
Pemerintah RI No. 19 tahun 2005).
Visi
dan misi pendidikan tersebut diatas, utamanya misi butir 4, 5, dan 6 yang
relevan dengan pembelajaran di SD-MI, haruslah menjadi bahan pertimbangan dalam
memilih dan menerapkan strategi pembelajaran di sekolah. Selanjutnya, perlu
pula diperhatikan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan yang tercantum dalam Bab IV Standar Proses,
telah ditetapkan pada Pasal 19 ayat (1) sbb:
Proses pembelajaran dalam satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
manantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Oleh karena itu, para guru dalam memilih dan menetapkan strategi pembelajarannya tidak sekedar bermaksud membelajarkan muridnya sesuai
peran kurikulum untuk mencapai tujuan pembelajaran, indikator, bahkan
kompetensi, tetapi juga serentak dengan itu, berupaya mencapai tujuan yang lebih
luas yakni ikut merealisasikan visi dan misi pendidikan nasional. Kontribusi
setiap guru dalam mewujudkan visi dan misi tersebut haruslah dipandang sebagai
satu mata rantai dalam rantaian perwujudan visi dan misi itu. Perlu diingat,
kekuatan suatu rantai ditentukan oleh mata rantai yang terlemah
2.3 Peran Guru Dalam Penetapan dan
Pemilihan Strategi Pembelajaran
Jasa guru dalam
membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik sangatlah besar.
Mereka memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk
kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM),
serta mensejahterakan masyarakat demi kemajuan bangsa dan negara. Salah satu
peran guru dalam pembelajaran yaitu dapat memposisikan sebagai orang tua, teman,
fasilitator, pengembang kreativitas anak, motivator, dan lain-lain.
1. Peran Guru dalam
Memahami Siswa sebagai Dasar Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses pengembangan pribadi
siswa, sehingga perkembangan siswa harus menjadi dasar bagi pembelajaran.
Aspek-aspek perkembangan siswa yang mencakup perkembangan fisik dan motorik,
kognitif, pribadi, dan sosial mempunyai implikasi penting bagi proses
pembelajaran. Implikasi itu menyangkut pengembangan isi dan strategi
pembelajaran, dan kerja sama sekolah dengan orang tua.
Proses pembelajaran di sekolah dasar harus bersifat
terpadu dengan perkembangan fisik kognitif, sosial, moral, dan emosional.
Pendidikan di sekolah dasar ini berorientasi kepada isi, artinya menekankan
pada penguasaan ilmu pengetahuan, yaitu materi pelajaran. Pendekatan
perkembangan dalam pembelajaran menekankan pada kepadanan kurikulum dan proses
pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak. Konsep pendekatan
perkembangan ini ada dua dimensi, yaitu dimensi umum dan individual. Sisi
penting dari pendekatan perkembangan ini adalah pengetahuan tentang
faktor-faktor yang secara individu padan dengan anak tertentu di dalam kelas.
2. Peran Guru dalam
Pengembangan Rancangan Pembelajaran
Proses pembelajaran
merupakan proses inkuiri dan reflektif, yang menekankan pentingnya pengalaman
dan penghayatan guru terhadap proses tersebut. Inkuiri di dalam pembelajaran
mengandung makna mempertanyakan, menjelajahi lebih jauh dan memperluas
pemahaman tentang situasi. Sedangkan refleksi mengimplementasikan adanya
dugaan, penilaian dalam pertimbangan faktor-faktor signifikan untuk mencapai
tujuan. Rancangan pembelajaran harus dikembangkan atas dasar tujuan-tujuan
instruksional yang berorientasi pada perkembangan siswa. Perkembangan adalah
tujuan pembelajaran, rancangan pembelajaran baik rancangan jangka pendek maupun
jangka panjang mencakaup komponen-komponen sebagai berikut:
a. Analisis
kurikulum, yaitu kegiatan untuk merumuskan rencana dan bahan ajar yang lebih
bermakna dan sesuai dengan perkembangan peserta didik.
b. Tujuan
pembelajaran; ada empat tipe tujuan pembelajaran yaitu tujuan perilaku, tujuan pemecahan masalah, tujuan
ekspresif, dan tujuan afektif.
c. Rencana kegiatan berisi kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
d. Rencana evaluasi, terdiri dari
kegiatan evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.
3. Peran Guru dalam
Pelaksanaan Pembelajaran dan Manajemen Kelas
Pembelajaran yang
efektif terwujud dalam perubahan perilaku peserta didik baik sebagai dampak
instruksional maupun dampak pengiring. Proses pembelajaran berlangsung dalam
suatu adegan yang perlu ditata dan dikelola menjadi suatu lingkungan atau
kondisi belajar yang kondusif.
Pendekatan
pluralistic dalam manajemen kelas memadukan berbagai pendekatan, dan memandang
manajemen kelas sebagai seperangkat kegiatan untuk mengembangkan dan memelihara
lingkungan belajar yang efektif.
Masalah pengajaran dan manajemen
kelas adalah dua hal yang dapat dibedakan tetapi sulit dipisahkan. Keduanya
saling terkait, dimana manajemen kelas merupakan prasyarat bagi berlangsungnya
proses pembelajaran yang efektif. Lingkungan belajar dikembangkan dan
dipelihara dengan memperhatikan faktor keragaman dan perkembangan peserta
didik. Manajemen kelas dikembangkan melalui tahap-tahap perumusan kondisi
ideal, analisis kesenjangan, pemilihan strategi, dan penilaian efektivitas
strategi. Penataan lingkungan fisik kelas merupakan unsure penting dalam
manajemen kelas karena memberikan pengaruh pada perilaku guru dan peserta
didik.
4. Peran Guru dalam
Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi adalah proses memeperoleh informasi untuk
membentuk judgement dalam pengambilan keputusan. Tahap-tahap evaluasi terdiri
dari tahap persiapan evaluasi, tahap memperoleh informasi yang diperlukan,
tahap membentuk judgement, dan tahap menggunakan judgement untuk mengambil
keputusan. Informasi yang diperlukan untuk kepentingan evaluasi dijaring dengan
teknik-teknik inkuiri, observasi, analisis, tes. Pemilihan teknik yang
digunakan didasarkan atas jenis informasi yang harus diungkap, sehingga dalam
suatu evaluasi bisa digunakan berbagai teknik sekaligus. Pengolahan hasil
pengukuran atas hasil belajar dimaksudkan untuk mengevaluasi proses dan hasil
belajar siswa.